Hari
itu, langit cerah, berwarna biru, mengguratkan asaku hingga kian melambung.
Biar aku terbangkan saja balon-balon impian ini, untuk tetap singgah bersamamu.
Kulepaskan bebas, menuju angkasa dan menjemput segala takdirku dan takdirnya.
Tahukah kau kemana balon-balon itu pergi? Apakah menuju langit tak bertepi,
meletus tak bersisa, ataukah ia bersandar diteras-teras rumah Tuhan? Entahlah,
hari ini kuputuskan untuk bersamamu saja.
Diruangan yang tak
besar ini, aku mendapatkan cerita baru, tentang dia, aku dan mereka. Tak hanya
itu, aku juga mendapatkan pemahaman baru tentang pandangan-pandangan setiap
orang yang bersandar di dalamnya. Menyayangi, itu yang kurasa kurang kudapat
darimu, Menyayangi ialah lukisan yang kubeli dengan cuma-cuma dari sang
Pencipta. Namun,
aku tak dapat memilikinya sendiri, perlu berdua, bertiga, bergenap atau tak
terbilang jumlah. Sebab, menyayangi akan memiliki harga yang tak sanggup
ditebus seorang diri, kecuali berdua. Kini, setelah beberapa lama aku
bersamamu, kumiliki itu.
Namun, rasa kasih itu tak sama dengan yang kumiliki
bersamanya. Aku memiliki rasa yang berbeda ketika bersama dengan sang imajinasi.
Mereka meleburkan rasa yang dalam hingga menembus tulang rusuku. Ketika waktu
bersamamu, tiba-tiba saja rinai hujan datang menghampiri langkahku. Kala itu,
hujan menghujam bumi sungguh deras. Keadaan malam memelukku sungguh erat. Ketika
petir menyambar-nyambar geram, aku bingung dengan arahku. Saat itu, aku mencoba
tersenyum dalam sendunya malam. Ku tahan rasa takut dengan mengingatmu,
mengingat kebersamaan kita beberapa menit lalu.
Terimakasih untukmu, karena hingga kini kau telah
menghargaiku, mengenalku, menerimaku di rumahmu, tersenyum padaku,
memperhatikanku, mengijinkanku untuk mengenalmu lebih dalam, berbicara padaku,
dan untuk semua yang kau lakukan untukku. Terimakasih karena telah membuatku
berjalan hingga sejauh ini.