Senin, 30 Juni 2014

Satu Halaman untuk Melukiskanmu

Hari itu, langit cerah, berwarna biru, mengguratkan asaku hingga kian melambung. Biar aku terbangkan saja balon-balon impian ini, untuk tetap singgah bersamamu. Kulepaskan bebas, menuju angkasa dan menjemput segala takdirku dan takdirnya. Tahukah kau kemana balon-balon itu pergi? Apakah menuju langit tak bertepi, meletus tak bersisa, ataukah ia bersandar diteras-teras rumah Tuhan? Entahlah, hari ini kuputuskan untuk bersamamu saja. 

Diruangan yang tak besar ini, aku mendapatkan cerita baru, tentang dia, aku dan mereka. Tak hanya itu, aku juga mendapatkan pemahaman baru tentang pandangan-pandangan setiap orang yang bersandar di dalamnya. Menyayangi, itu yang kurasa kurang kudapat darimu, Menyayangi ialah lukisan yang kubeli dengan cuma-cuma dari sang Pencipta. Namun, aku tak dapat memilikinya sendiri, perlu berdua, bertiga, bergenap atau tak terbilang jumlah. Sebab, menyayangi akan memiliki harga yang tak sanggup ditebus seorang diri, kecuali berdua. Kini, setelah beberapa lama aku bersamamu, kumiliki itu. 

Namun, rasa kasih itu tak sama dengan yang kumiliki bersamanya. Aku memiliki rasa yang berbeda ketika bersama dengan sang imajinasi. Mereka meleburkan rasa yang dalam hingga menembus tulang rusuku. Ketika waktu bersamamu, tiba-tiba saja rinai hujan datang menghampiri langkahku. Kala itu, hujan menghujam bumi sungguh deras. Keadaan malam memelukku sungguh erat. Ketika petir menyambar-nyambar geram, aku bingung dengan arahku. Saat itu, aku mencoba tersenyum dalam sendunya malam. Ku tahan rasa takut dengan mengingatmu, mengingat kebersamaan kita beberapa menit lalu. 

Terimakasih untukmu, karena hingga kini kau telah menghargaiku, mengenalku, menerimaku di rumahmu, tersenyum padaku, memperhatikanku, mengijinkanku untuk mengenalmu lebih dalam, berbicara padaku, dan untuk semua yang kau lakukan untukku. Terimakasih karena telah membuatku berjalan hingga sejauh ini.