Senin, 19 Mei 2014

Bidadari Tanpa Sayap

Cerpen ini aku adaptasi dari salah satu kumcer novelis terkenal Indonesia yaitu Dee. Namun, berbeda tokoh dan jalan cerita. Disini, aku mencoba memaknakan kehadiran seorang ibu di hati anaknya. Semoga kalian yang membaca blogku, semakin mencintai wanita dengan tiga huruf yaitu "IBU".


Dialah satu-satunya bintang yang dapat kuraih dari jutaan bintang di langit. Dialah satu-satunya pula bidadari yang dikirimkan Tuhan dengan segala cinta dan kasih sayangnya. Cintanya adalah berjuta-juta ketulusan dan air mata yang takkan habis. Baginya, cinta itu tak hanya sekadar waktu untuk dirinya sendiri melainkan untuk anak-anaknya,  dialah ibu.
Tak ada yang mengerti mengapa aku ada disini. Bersama dengan malaikat-malaikat kecil yang tertidur dengan satu harapan, yaitu bertemu dengan bidadari tanpa sayap mereka yang tak lain ibu. Malam itu, mereka semua tertidur dengan napas naik turun, walaupun hati mereka masih berharap bertemu dengan seseorang yang telah membawanya ke dunia. Aku mengamati wajah-wajah mungil mereka yang seakan-akan berpesan bahwa Aku baik-baik saja ibu. Hati kecilku berkata pesan itu akan tiba kepada ibumu, batinku. Namun entah dengan cara apa.
Tidak semua proses kelahiran bayi berjalan sempurna. Bunda, selalu menanam harap sebelum tangis awal sang buah hati pecah. Ia mengeluarkan seluruh keringat, tenaga, serta air matanya hanya untuk melihat sosok malaikat kecilnya. Tak peduli sakit yang terus menerus menghantam tubuhnya, ia tetap melawan dengan segenap kekuatannya.
***
Hari ini tepat aku berusia dua puluh lima tahun. Usiaku seakan berjalan sangat cepat, malam ini aku mengadakan reunian bersama teman-teman masa SMA. Sungguh ini sebuah kebetulan atau tidak, atau ini skenario yang tuhan berikan untukku. Tepat, tanggal 22 Desember hari ulang tahunku dan kami saling bertemu.
Malam ini aku datang terlambat, padahal hari ini akulah yang menjadi tuan untuk mereka. Kakiku melangkah menuju sebuah bistro yang cukup ramai oleh pengunjung. Tak heran jika bistro ini dipenuhi oleh lautan manusia, karena makanan yang ditawarkan mampu memanjakan lidah siapa saja yang menginjakkan kaki di dalamnya. Bistro yang sederhana ini merupakan tempat favorit kami sejak SMA. Saat kakiku melangkah ke dalam, lampu-lampu remang menyambut hangat kedatanganku. Karena sangat penuh dengan kepala-kepala manusia, aku sedikit kebingungan menemukan meja mereka. Sampai pada akhirnya salah satu dari mereka berteriak memanggil namaku. Wajahnya sedikit berbeda dengan delapan tahun yang lalu. Dia mempersilahkan aku duduk disebuah kursi kosong yang berada didekatnya. Aku memberikan seulas senyuman pada mereka sebagai tanda terimakasih sekaligus permohonan maafku.
Kami pun memulai pembicaraan dengan menanyakan kabar masing-masing dan tak lupa mereka mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Terkadang gelak tawa muncul diantara kami, dan merespons dengan kalimat-kalimat yang bermacam-macam atas pembicaraan apapun.
“Oh ya, bagaimana dengan pekerjaanmu Dev?” tanya wanita berambut panjang sebahu kemudian melanjutkan “Apa pekerjaanmu sangat nyaman?” tanyanya lagi seperti seorang polisi yang sedang mengintrogasi tersangka.
Dengan cepat segera kujelaskan pada mereka jika aku bekerja disebuah rumah sakit dan aku sangat mencintai pekerjaanku. Beberapa orang dari mereka yang mendengar penjelasanku sontak terlihat kagum dan ada yang menunjukkan reaksi biasa saja. Keadaan kembali sunyi, sampai seorang laki-laki berkemeja putih memecah keheningan. “Hari ini kan tepat dengan hari ibu, sekaligus hari ulang tahun Deva. Bagaimana kalau masing-masing dari kita bertukar cerita tentang ibu?” sarannya dengan wajah penuh harap. “Aku sangat setuju dengan idemu.” laki-laki disampingnya angkat bicara lalu menambahkan “Bagi yang ceritanya mengharukan, akan mendapatkan hadiah yaitu...” Ia menunjuk semua makanan yang terhidang diatas meja sambil tersenyum.
Ide tersebut seperti kurang disetujui oleh mereka, termasuk aku. Wajar saja jika aku tidak sependapat, karena bagaimanapun makanan yang tersaji sudah pasti aku yang membayarnya. Tiap-tiap wajah saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba, wanita berambut ikal angkat bicara, “Aku setuju dengan ide bercerita itu. Tapi, aku kurang setuju jika makanan seperti yang tersaji diatas meja dijadikan hadiahnya. Lebih baik, yang menang diizinkan untuk meminta apapun yang diinginkannya.” dia menjelaskan dengan nada tegas dan penuh penekanan. Sementara yang lain hanya mengangguk tanda setuju dengan ide kedua.
Akhirnya, ide kedua disetujui oleh mereka dan juga aku. Pencerita dimulai dari wanita berambut panjang sebahu bernama Nita. Dia bercerita mengenai ibu. Seorang ibu yang sangat dicintainya hingga dia menjadi seorang pengusaha kaya diusianya sekarang yang terbilang masih muda. Sejak ayah dan ibunya bercerai, ketika ia berusia dua belas tahun. Sang ibu rela menjual perhiasan yang dimiliki hanya untuk membiayai sekolahnya. Kemudian, cerita dilanjutkan oleh laki-laki berkemeja putih. Terlihat tatapannya menerawang pada bola-bola lampu yang remang, tatapannya terlihat kosong. Kecuali apa yang ada di benaknya saat itu. Dia bercerita tentang mimpinya bertemu dengan sosok cahaya putih. Dalam mimpinya itu, cahaya putih itu berubah menjadi sosok manusia. Dia mencoba mengira-ngira siapa sosok cahaya yang dilihatnya. Saat cahaya itu hendak merengkuhnya justru dia merasakan hangat dan terbangun. Sampai saat ini, dia mengira jika sosok cahaya dalam mimpinya adalah malaikat yang menyerupai ibunya.
Kami semua terdiam dan merenungkan kisah yang telah diceritakan. “Apa mungkin, sosok itu adalah malaikat?” tanya gadis berkulit putih memakai kacamata. “Aku yakin, jika sosok cahaya itu adalah malaikat yang menyerupai ibuku. Karenanya, aku takut jika ia mengambil ibu disisiku. Aku tidak akan pernah membayangkan jika ibu menghilang dari pandanganku.” jawabnya dengan alasan yang terlihat meyakinkan jika sosok tersebut adalah malaikat.
            Setelahnya, sosok wanita berambut pirang bernama Stella mulai berkisah mengenai ibunya. Ia bercerita mengenai sosok ibu yang sukses diusia muda. Ibu yang lulusan sarjana dan bergelar doktor di negeri orang. Sampai sekarang ini ia pun selalu merasa bahagia dalam hidup yang bebas dan penuh dengan mimpi yang terealisasikan hingga kini.
            Jarum jam pun terus berdetak, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Cerita itu masih terus berlanjut, hingga diiringi timpalan pertanyaan. Aku yang terdiam sejak tadi, hanya mengangguk mendengar tiap kisah dari si pencerita.
            “Sekarang... giliranmu.” suara itu memecah keheningan. Sampai aku yang menopang dagu dengan satu tangan menumpu dimeja tercengang. Setiap kepala menoleh ke arahku. Ekor mataku tak mampu menatap mereka satu persatu. Segera aku mengalihkan pandangan menatap angkasa dari balik kaca. Kutatap bintang diatas langit. Sejenak aku teringat sosok bidadari yang dulu ada dan selama-lamanya tetap ada. Ya benar bidadari tanpa sayap. Bidadari yang selalu memberi perlindungan saat anak-anak manusia diam. Diam dalam sebuah ruang yang tak terdefinisikan. Saat tangis sang anak pecah dan tak bisa terlihat, namun mampu menembus dimensi ruang dan waktu. Seketika itu, hati ibu yang berbicara hingga ia menghampiri malaikat kecilnya. Memberikan harapan agar ia bisa terus terlindungi.
            Aku memulai kisah, tentang seorang anak manusia yang hidup dalam kesederhanaan. Tentang anak manusia yang hidup dalam penderitaan. Hingga ia tak sanggup melewati kehidupan yang menyeretnya masuk dan tenggelam dalam kegelapan. Hanya warna hitam yang ia tahu dalam kehidupan ini. Ia tidak sadar akan adanya pelangi yang berwarna-warni. Ia tidak tahu warna biru, merah, kuning, hijau, jingga, ungu, dan lainnya. Yang ia pahami hanya hitam. Warna hitam yang selalu hadir dalam setiap hari-harinya. Hanya hitam yang terdefinisi didalam memorinya.
Aku berhenti sejenak, kulihat dan kupahami wajah mereka satu-persatu. Terlihat raut ingin tahu kelanjutan akan kisah yang aku tuturkan. Laki-laki berkemeja abu-abu mengerutkan keningnya, penasaran yang kutangkap dari ekspresinya.
Aku pun melanjutkan kisahku meski terasa ada yang mengganjal sudut mataku. Kucoba menahan getaran pita suara agar stabil. Aku menghela napas panjang, lalu kembali berbicara. Anak itu adalah anak yang paling beruntung, sekaligus tidak. Ia memiliki seorang bidadari tanpa sayap yang rela menyerahkan warna pelangi untuknya. Sementara, ia tidak dapat melihat bidadari tanpa sayap yang telah menyerahkan warna pelangi untuknya itu. Ia hanya bisa melihat melalui bingkai foto. Namun, ia masih sanggup merasakan kasih sayangnya, merasakan sentuhan tangannya ketika mengelus keningnya, mendengar suara yang indah melebihi suara yang pernah ia dengar di dunia ini sekalipun suara kicauan burung yang bernyanyi merdu. Itu semua ia rasakan ketika dahulu, saat bidadari tanpa sayapnya masih sanggup berdiri dan bernapas.
“Kalian semua adalah orang yang berbahagia. Sejak keluar dari rumah yang paling aman yaitu rahim ibu, kalian bisa melihat wanita terindah dari ciptaan-Nya. Kalian bisa melihat pelangi tanpa hanya tahu warna hitam, dan melihat sosok bidadari tanpa sayap. Mengelus wajahnya yang mungkin saat ini sudah mulai menua. Saya adalah orang yang tidak beruntung, karena saya tidak pernah melihat sosok bidadari tanpa sayap yang telah membawa saya ke alam dunia. Walaupun begitu, saya adalah orang yang paling beruntung, karena telah memiliki bidadari tanpa sayap sepertinya. Ia ingin membuktikan pada semesta alam bahwa cintanya adalah seluruh ketulusan, kasih sayang, dan pengorbanan yang tak tergantikan.” Aku menyudahi kisah ini sambil menarik napas dalam-dalam.
Tak dapat kukira, butiran-butiran air jatuh dari sepasang ekor mata mereka. Begitupun aku, ku hapus butiran air mata dengan sehelai sapu tangan. Mereka semua bertepuk tangan, tak menyangka jika orang pendiam sejak SMA sepertiku mampu mengeluarkan sihir untuk mereka.
Mereka sepertinya sudah paham siapa yang menjadi pemenangnya. Seorang wanita berambut panjang sebahu yang sejak awal kedatanganku tidak nyaman, mendadak menyalamiku sambil tersenyum. Mereka semua bertepuk tangan sekali lagi. Aku membalas uluran tangannya, lalu menunduk sejenak.
“Kita sudah tahu pemenangnya adalah… Deva!” ujar wanita berambut ikal dan pirang. Aku pun tersenyum tak menyangka jika ceritaku dinobatkan menjadi yang terbaik.
Kini, giliranku untuk meminta hadiah pada siapa saja yang aku kehendaki. Aku hanya meminta satu, tidak hanya untuk orang yang aku pilih. Tapi, untuk mereka yang hadir dan pernah mengenalku. Satu harapan yang ku ucapkan, “Hargailah ibumu, melebihi engkau menghargai dirimu sendiri. Karena jika sampai kau kehilangannya sebelum ada sesuatu hal dari dirimu yang patut dibanggakan, maka kita akan menyesal selama-lamanya.” Setelahnya, aku berdiri dan mengucapkan salam perpisahan pada mereka sekaligus membayar pesanan makanan sebagai tuan pada malam ini.
***
Matahari mulai menampakkan dirinya. Sejak pukul 06.00 pagi aku sudah melangkahkan kaki menuju rumah sakit. Hari ini, sekitar pukul dua belas lewat lima belas menit, aku membantu dokter Jonathan untuk melakukan proses persalinan pasiennya. Ini bukan tugasku untuk yang pertama kalinya, mungkin sudah ke sekian kalinya. Dan… bukan yang sekian kalinya juga aku menjatuhkan butiran air yang membendung dipinggir mataku, dan akirnya pecah keluar hingga menyelam kedalam hati. Aku mempersiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan sebelum proses persalinan.
Ibu itu sudah menarik napas dalam-dalam. Dengan penuh keringat dan kekuatan dihempaskanlah rasa sakit itu keluar.  Hingga beberapa menit kemudian, tangis sang buah hati pecah. Tangisnya memecah ruangan yang tidak besar itu, bersama dengan isak tangis sang ibu.
Aku membopong sang malaikat kecil, membawanya menuju bidadari tanpa sayapnya. Ia mencium, mendekap, dan membawa malaikat kecilnya pada sentuhan hangat. Sang bidadari tanpa sayap dan malaikat kecilnya menghembuskan napas bersama-sama. Aku menitikkan air mata, mengingatkanku pada sosok bidadari tanpa sayapku yang aku yakin sudah damai dalam surga.
Aku bahagia melihatnya, karena malaikat kecil itu bisa terlahir normal. Tidak sepertiku dulu, seharusnya aku sudah bisa mengenali kehidupanku dengan baik, tetapi aku sama sekali tidak memiliki ingatan tentang rupa ibuku. Bahkan, aku tidak ingat pernah melihat wajahnya. Ibu adalah orang yang terbang begitu saja bersama daun-daun yang tertiup angin. Tapi, ibu adalah sosok bidadari tanpa sayap yang pernah hadir dalam hidupku dan tiba-tiba pergi begitu saja. Terkadang aku mendapat celaan karena menyandang status anak yatim piatu. Tapi, aku tidak membenci ibu yang membawaku ke semesta alam. Aku merindukan ibu dan selalu merindukannya.
***

Image by : Devianart
Writer : Rafidah Aprilia

Kamis, 08 Mei 2014

Nirmana Trimatra "Racana Dinding"

Okey, kali ini saya mengepost mengenai Nirmana lagi, yaitu membuat racana dinding dari stick es krim. Dalam nirmana, terdapat 7 unsur desain antara lain
-Kesatuan(unity)
-Keseimbangan(Balance)
-Irama (rhytm)
- Proporsi(proportion)
- Dominasi(Domination)
-Kejelasan (clarity)
-Kesederhanaan (Simplicity)



KONSEP NIRMANA 3 DIMENSI YANG DIBUAT:
1.      Kesatuan/unity                : Menggunakan kesamaan bentuk pada kedua bidang disisi kiri dan kanan, memiliki kesamaan warna yaitu merah,ungu dan biru, dan sifat garisnya sama.
2.      Keseimbangan/balance    : terdapat keseimbangan simetris dan asimetris yaitu pada bentuk segitiga yang dirangkai menjadi bentuk yang memiliki irama.
3.      Irama                               : Pada karya tiga dimensi menggunakan pengulangan bentuk,ukuran,dan warna yang sama antara sisi sebelah kiri dan kanan. Menggunakan irama repetitif.
4.      Proporsi                           : Proporsinya(dari segi bentuk) sama antara sisi kiri dan kanan. Proporsi atau perbandingan merupakan salah satu prinsip desain untuk memperoleh keserasian.
5.      Dominasi                         : Terdapat pada perselingan warna yang digunakan. Dominasi berarti keunggulan dan sifat istimewa untuk menarik perhatian (pusat perhatian).
6.      Kejelasan/Clarity             : Karya 3 Dimensi memiliki kejelasan dalam pembuatannya, yaitu mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ambigu.
7.      Kesederhanaan                : Karya 3 Dimensi yang dibuat mengandung unsur kesederhanaan,  karena terlihat tidak rumit dan mudah dipahami.
8.      Tekstur pada hardboard menggunakan kuas, yang dilukis.
Karya Nirmana 3 Dimensi yang dihasilkan  menggunakan warna primer (merah,biru) dan sekunder (ungu/percampuran warna merah dan biru). Karya diberi judul triangle wave.

 Okey, di bawah ini merupakan karya-karya Nirmana Trimatra Saya dan teman-teman. Silahkan dilihat, semoga dapat menginspirasi karya-karya teman yang lain dalam membuat sebuah karya, bukankah berawal dari mencontoh? Asalkan, Say No to Plagiasi.

                                             Ini karya trimatra aku yang berjudul
                                                     "Triangle Wave"


                                                       Ini tampak atasnya

                                         Ini jika dilihat dari tampak samping

                                      Gambar di atas tekstur untuk hard board

                                        This is creation from my friend "Ayu Dwi"
                                                                                                  
                                               This is creation from my sistar
                                                              "Filzah Inarah"

                                                 Ini karya dari "Idzni Dini"

                                                                       Keren kan???

                          Karya Idzni menggunakan pola irama pada bentuk di atasnya

                                                        Karya "Mona SR 2013"
                
                                                           Karya "Alvin SR 2013"

                                                         Create by Apriani
Karya nirmana Apriani mmenggunakan warna-warna pastel, jadi terkesan lebih lembut. Iramanya juga bagus dan gak monoton. Wajar yah kalau dikasih nilai 95...... Daebakkkkk.... Aku suka konsepnya. :)
Dalam karya ini, yang buat susah dan stressnya tingkat dewa itu, sticknya yang sdh disusun tapi tiba-tiba jatuh, dan terhempas begitu saja. Akhirnya ulang konsep atau perkuat pengeleman. -_-"


                    

                                                  Create by Bella SR 2013


                           Aku suka banget sama konsep desainnya Bella, unik, lucu, calm, warnanya soft, kaya hiasan-hiasan barbie gitu. :) Teksturnya juga oke.  Karyanya juga dapet score bagus kok, 92. Okey itulah tadi nirmana trimatra karya saya dan teman-teman. Work was the creativity that you have! Bye,,,,Bye......