Minggu, 02 Maret 2014

I STILL BELIEVE YOU





“When people try to realization her dream, It makes someone that close with you to be proud and love with what you do”
“Kak, gimana tulisan gue? Masih banyak yang salah yah?” Sepasang bola mata berwarna hitam itu memandangi seseorang dihadapannya yang sedang membaca naskah.
“Menurut gue tulisan Rena sudah bagus, penulisan pada tiap paragraf sudah bisa diatur. Tapi, ada yang kurang aja dalam pemilihan kata.” ujar Reno sambil menunjuk sebuah paragraf pada tulisan Rena.
Sudah seminggu Rena aktif menulis sebuah novel roman, ia meminta kakak seniornya Reno untuk memberi masukan pada naskahya yang baru diketik sampai delapan puluh halaman itu.
“Hmm…begitu kak. Kalau begitu gue perbaikin deh kak.” ujar Rena sambil memandangi naskahnya. Kemudian melanjutkan, “Kak, kira-kira gue bisa jadi novelis terkenal gak yah?”
Reno pun terkekeh mendengar ucapan Rena,”Bisa, lo pasti bisa kok jadi novelis terkenal. Untuk mewujudkan cita-cita itu kan butuh tindakan, dan lo udah lakukan hal itu.”
“Serius lo kak? Gue kan masih penulis amatiran yang baru mencoba hal seperti ini. Kok lo bisa yakin sih?” tanya gadis beralis tebal itu.
“Lo tanya kenapa gue bisa yakin sama hal itu? Sekarang gue tanya, lo yakin gak sama yang lo lakuin sekarang?” tanya Reno menatap wajah Rena yang cemberut.
“Hmm… Gue yakin sih sama apa yang udah gue lakuin sekarang. Tapi…”
Tiba-tiba saja Reno menyergap ucapan Rena.“Tapi apa? Lo gak yakin sama mimpi lo yang mau jadi novelis? Na, denger yah, Seseorang bisa mewujudkan apa yang dicita-citakannya jika ia punya keyakinan lebih dari seseorang yang ingin dibuatnya mempercayai mimpi itu.” jelas Reno.
“Iya juga sih kak, omongan lo bijak juga. Beda deh yang udah pengalaman menulis mah.” kata Rena diiringi senyuman.
“Ah… lo Na, bisa aja. Gue tuh baru belajar, sama kaya lo. Gak ada yang lebih berpengalaman dan gak ada juga yang kurang berpengalaman. Semua sama dimata gue.” jawab Reno, kemudian menyergap jaket hitam yang diletakkan dikursi tempat duduknya.
“Lo mau kemana kak?”
“Gue mau pulang, udah malem. Langit juga udah mendung, lo mau pulang bareng gak?”
Rena pun mengangguk kuat-kuat dan memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
***
Reno adalah cowok jurusan bahasa dan sastra Inggris. Cowok berkulit hitam legam itu aktif dalam organisasi kepenulisan dikampus. Karyanya dalam membuat Esai sudah pernah terpampang dikoran-koran. Novelnya yang bergenre fantasi, roman, dan inspiratif sudah banyak bertebaran di Gramedia. Dulu, Reno adalah cowok yang super males baca buku, apalagi untuk nulis. Namun, karena tekad dan ketertarikannya saat membaca salah satu novel The Alchemyst karya Michael Scott, membuat ia tertarik untuk bercerita. Sedangkan Rena adalah mahasiswi jurusan Desain Komunikasi Visual. Cewek yang memiliki impian menjadi desainer terkenal ini, juga bercita-cita menjadi penulis seperti Stephenie Meyer dan J.K Rowling.
“Ka! liat deh. Gue udah bikin desain buat tugas tiga dimensi nih. Bagus gak?” tanya Rena yang tengah memperlihatkan desainnya pada Reno.
“Bagus kok.” jawab Reno singkat.
Rena yang melihat reaksi Reno biasa saja, mecibir menatap Reno yang asyik mengunyah snack.“Iiiihh… kok lo standar banget sih jawabnya. Gak ada komentar yang lebih panjang lagi apa?” Perotes Rena sambil memukul Reno dengan sikunya.
“Lah? Apanya yang standar? Orang desain buatan lo bagus kok. Lagian gue kan bukan anak desain, jadi… sorry gue gak bisa komentar lebih tentang desain lo. Lo kan tau sendiri, kalo gue gak mau komentar berlebihan sama apa yang gak gue tahu.” jelas Reno terkekeh pada Rena yang masih cemberut.
“Iya gue tau, lo bukan anak DKV. Tapi, setidaknya lo komentar tentang kerapihan desain gue kek, atau gak tentang warnanya yang gimana….deh terserah lo.”
“Oke,Oke, kalo emang lo mau gue komentar lebih. Desain lo udah bagus sih, tapi terlalu simple aja. Kayaknya lo bisa tambahin sesuatu gitu disisi kiri dan kanan karya tiga dimensi lo.” kata Reno, yang menatap bangunan gedung tiga dimensi milik Rena.
“Hmm… gitu yah. Tapi, emang ini sengaja gue buat simplicity kak. Kalo dipikir-pikir boleh juga sih saran lo kak, nanti gue pertimbangin lagi deh. By the way, thanks yah?”
“Hmm…” gumam Reno.
***
Hari ini merupakan hari Rena untuk menawarkan naskahnya pada Penerbit. Jantungnya menjadi tiga kali lipat berdetak lebih cepat dari biasanya. Reno yang mengantarnya menatap gadis berambut sebahu itu. Reno paham jika Rena khawatir akan nasib naskahnya. Namun, mau tidak mau Rena harus mencoba terlebih dahulu.
“Udah, lo tunggu apa lagi Na. Cepet gih masuk!” perintah Reno.
“Iya, gue masuk kok. Doain gue yah kak?” kata Rena, kemudian ia masuk ke dalam gedung berlantai dua puluh itu.
Sudah lima belas menit Reno menunggu diluar penerbitan itu. Duduk diatas sofa berwarna merah silver. Tak lama kemudian, ia melihat sosok Rena yang berjalan mendekatinya.
“Bagaimana Na?” tanya Reno tak sabar mendengar cerita Rena.
“Kata editornya… naskah gue…diterima!”
Rena pun sontak memeluk Reno yang tersenyum senang didepannya. Reno mengusap rambut Rena dengan lembut. “Akhirnya… Apa gue bilang! Lo pasti bisa Na.”
***
Pagi mulai beranjak, sinar matahari mulai menyinari gedung jurusan DKV berlantai delapan itu. Bangunan dengan pilar-pilar besar itu dan kaca-kaca berwarna biru muda mulai memperlihatkan tanda-tanda aktivitas kampus mahasiswa dan mahasiswi DKV. Reno yang memakai kemeja berwarna merah itu menunggu di lantai dasar. Menunggu Rena turun menghampirinya. Semenjak buku Rena terbit dan tersusun di Gramedia-gramedia. Reno tidak pernah melihat sosok Rena dikampus. Padahal Rena berjanji untuk merayakan hari perdana buku karangannya terbit. Ketika Reno menelepon pun tidak ada jawaban dari Rena.
“Eh, maaf liat Rena gak?” tanya Reno pada salah satu mahasiswi jurusan DKV.
“Gak tuh, katanya sih dia diskors sama Dosen karena plagiasi tugas.”
Reno tercengang mendengar penjelasan mahasiswi didepannya.”Oke, makasih ya?”
Reno segera meninggalkan ruangan itu, kemudian menuju parkiran untuk mengendarai mobil sport miliknya. Reno pun bergegas menancap gas dan mobil sport berwarna hitam itu melaju dengan cepat.
***
Ruas-ruas jalan mulai ramai oleh kendaraan. Orang-orang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing di trotoar. Toko-toko yang banyak berderet di sepanjang ruas jalan mulai dibuka. Tak terkecuali took Roti dan Pancake yang menjadi langganan Rena. Hari kembali berdetak, kehidupan kembali menggeliat. Rena yang memakai kemeja berwarna putih dengan tas selempangnya berjalan di pingir trotoar. Tatapannya terlihat kosong dan langkah kakinya tak tahu akan membawanya kemana.
Tiba-tiba saja mobil sport berwarna hitam berhenti, Rena sontak terkejut ketika orang pengendara mobil itu keluar.
“Na, lo kenapa gak masuk kuliah?” tanya Reno sambil menyentuh bahu Rena yang menunduk.
“Na! Jawab pertanyaan gue!” teriak Reno.”Gue tau, lo gak masuk karena diskors Dosen lo karena plagiasi kan?”
Rena pun menitikkan air mata dan menangis di dalam pelukan Reno. Air matanya jatuh membasahi bahu Reno.
“Udah Na, lo gak usah nangis. Gue tau kok lo gak salah, kalo lo ada masalah cerita dong sama gue. Jangan menghilang begitu aja. Gue percaya sama lo Na.” kata Reno sambil mengusap punggung Rena yang masih terisak.
“Gg-gue gak salah kak. Temen gue ya-ng plagiasi. Desain tiga di-men-si gue di tiru dan gue dicap sebagai plagiasi sama do-sen.” jelas Rena terbata-bata.
“Ya udah, lo kan udah dewasa. Jangan menyerah gitu dong. Kalo lo emang gak bersalah. Seharusnya lo bisa buktiin sama dosen dan teman-teman lo kalo lo tuh benar-benar gak salah.” 
“Gini aja deh, sekarang gue bantuin lo buat karya tiga dimensi lo lagi. Besok lo harus masuk dan tunjukkin kebenaran pada dosen lo. Oke?”
Reno pun melepaskan pelukannya pada Rena, lalu mereka berjalan menuju Bread and Pan Cake Dream untuk makan siang.