Ada
beberapa pertanyaan yang mengelitik hati dan pikiran saya, ketika kenyataan hidup
tidak sama seperti yang kau bayangkan dan impikan. Apa yang akan kau lakukan? Ketika
kegagalan selalu menghampirimu, apa yang kau lakukan? Menyalahkan takdir? Atau…
Kau terus meminta, mengadahkan tanganmu kepada seseorang yang kau anggap bertanggung
jawab atas apa yang terjadi dan menimpamu. Ini yang kebanyakan saya temui pada
manusia-manusia dalam kehidupan. Bahkan tak jarang menghampiri manusia terdekat
saya. Hingga mereka menjelma menjadi wujud manusia, yang tak berhati manusia. Melainkan
berhati setan, rakus terhadap segalanya.
Mungkin kau tahu, kegagalan dan
keberhasilan bukanlah hal yang pandai aku bicarakan. Bahkan untuk diriku
sendiri. Ini kejadian yang selalu menghampiri saya, bahkan sering membuat mimpi
buruk dalam setiap napas kala Tuhan setiap saat memberikan oksigen. Bahkan saat
saya tertidur. Meminta, bukanlah suatu hal yang salah dan tak pernah ada yang
menyalahkan. Karena setiap saat pun kita meminta kepada Tuhan. Meminta rizki,
meminta nikmat sehat, bahkan meminta nikmat untuk sekadar bernapas. Coba jika kita bayangkan, bila Tuhan
tidak memberikan udara untuk kita. Apa kita bisa hidup? Saya rasa, kita semua
pandai menjawabnya.
Tetapi, jika hidup selalu meminta,
meminta, dan selamanya terus meminta. Apalagi menuntut sesuatu kewajiban yang
seharusnya kita penuhi sebagai tanggung jawab kita. Justru kita limpahkan
kepada orang lain. Bahkan orang tercinta dan yang menyayangi kita. Apa itu
benar? Saya rasa tidak. Jika terjadi demikian, maka bukankah kita menyakiti
perasaan baik fisik maupun psikologis seseorang? Menghilangkan tanggung jawab
kita sebagai manusia yang beradab. Lalu, untuk apa Tuhan menciptakan kita.
Kalau bukan untuk mendapat ridho-Nya dengan berdoa dan bekerja. Tidak ada kata
terlambat bagi kita, apalagi jika masih muda untuk sekadar bekerja. Bertindak
saja tidak, bagaimana kita bisa mencapai apa yang diimpikan? Apa yang ingin
kita capai?
Lantas, jika hal yang kita impikan
dan inginkan. Untuk hidup sejahtera dan tercukupi hanya dengan mengandalkan
tindakan orang lain. Apakah kesejahteraan tersebut akan tercapai? Ada dua
kemungkinan, berhasil atau bahkan tidak selamanya. Jika berhasil, tetapi hidup
kita terasa kufur (selalu merasa tidak cukup), atau bahkan makanan yang kita
makan adalah hasil dari kerja keras orang lain. Lalu, di mana harga diri kita? Apalagi
jika sebagai seorang laki-laki. Tidak pantas melakukan hal seperti itu. Kedua,
jika keinginan dan impian tersebut gagal. Pasti kita cenderung menyalahkan orang
lain. Ingat! Kita pun tidak melakukan tindakan apapun, bagaimana bisa kita
berpikir menyalahkan orang lain. Padahal, sukses dan sejahteranya seseorang.
Karena ada kemauan, niat, dan langkah untuk bertindak. Jika tidak bertindak,
siapa yang mau menjalankan?
Kecenderungan manusia, senang
menyalahkan takdir atau bahkan menyalahkan diri sendiri. Dan yang lebih menyedihkan,
yakni memarahi Tuhan dan menyalahkan orang lain. Padahal, kenyataannya bahwa
seringnya memarahi Tuhan atau menyalahkan takdir karena kita sering membandingkan,
sesuatu yang tidak kita miliki dengan sesuatu yang dimiliki orang lain. Kita
tidak pernah tahu, rasa pahit dan terjalnya batu yang dialami seseorang hingga
ia dapat mencapai kesuksesannya. Alih-alih kita menganggap Tuhan yang tidak
adil, padahal kitalah yang tidak pernah adil kepada Tuhan. Itulah mahalnya
sebuah proses! Agar kita tahu, bagaimana menghargai orang lain dan hidup ini. Agar
kita tahu, bagaimana itu rasa bahagia, bagaimana rasa cinta, sakit, kecewa. Bayangkan,
jika Tuhan tidak memberikan udara bagi kita untuk sekadar bernapas? Bayangkan,
jika Tuhan tidak memberikan kasih sayangnya lagi kepada kita? Bayangkan jika
anda yang tidak perlu saya sebutkan, hidup sendiri tanpa orang tercinta? Tidak
ada yang bisa dimintai pertolongan. Tapi, saya percaya, Tuhan selalu Maha
Pengasih dan Penyayang. Hanya saja, sebagai manusia kita yang tidak pandai
mensyukuri nikmat.
Bukan keputusan yang menentukan
takdir dari waktu sempit yang kita miliki. Lantas, menyalahkan takdir, orang
lain, dan keputusan yang telah kita putuskan sendiri. Akan tetapi, bagaimana
kita memanfaatkan kesempatan dari Tuhan yang sudah terbuka lebar, dengan segala
bukan kegagalan, tetapi memutuskan untuk
tidak berjalan.
Image Source : http://mimbaruntan.com