“When
people try to realization her dream, It makes someone that close with you to be
proud and love with what you do”
“Kak, gimana tulisan
gue? Masih banyak yang salah yah?” Sepasang bola mata berwarna hitam itu
memandangi seseorang dihadapannya yang sedang membaca naskah.
“Menurut gue tulisan
Rena sudah bagus, penulisan pada tiap paragraf sudah bisa diatur. Tapi, ada yang
kurang aja dalam pemilihan kata.” ujar Reno sambil menunjuk sebuah paragraf
pada tulisan Rena.
Sudah seminggu Rena
aktif menulis sebuah novel roman, ia meminta kakak seniornya Reno untuk memberi
masukan pada naskahya yang baru diketik sampai delapan puluh halaman itu.
“Hmm…begitu kak. Kalau
begitu gue perbaikin deh kak.” ujar Rena sambil memandangi naskahnya. Kemudian
melanjutkan, “Kak, kira-kira gue bisa jadi novelis terkenal gak yah?”
Reno pun terkekeh
mendengar ucapan Rena,”Bisa, lo pasti bisa kok jadi novelis terkenal. Untuk
mewujudkan cita-cita itu kan butuh tindakan, dan lo udah lakukan hal itu.”
“Serius lo kak? Gue kan
masih penulis amatiran yang baru mencoba hal seperti ini. Kok lo bisa yakin
sih?” tanya gadis beralis tebal itu.
“Lo tanya kenapa gue
bisa yakin sama hal itu? Sekarang gue tanya, lo yakin gak sama yang lo lakuin
sekarang?” tanya Reno menatap wajah Rena yang cemberut.
“Hmm… Gue yakin sih
sama apa yang udah gue lakuin sekarang. Tapi…”
Tiba-tiba saja Reno
menyergap ucapan Rena.“Tapi apa? Lo gak yakin sama mimpi lo yang mau jadi
novelis? Na, denger yah, Seseorang bisa mewujudkan apa yang dicita-citakannya
jika ia punya keyakinan lebih dari seseorang yang ingin dibuatnya mempercayai
mimpi itu.” jelas Reno.
“Iya juga sih kak,
omongan lo bijak juga. Beda deh yang udah pengalaman menulis mah.” kata Rena
diiringi senyuman.
“Ah… lo Na, bisa aja.
Gue tuh baru belajar, sama kaya lo. Gak ada yang lebih berpengalaman dan gak
ada juga yang kurang berpengalaman. Semua sama dimata gue.” jawab Reno,
kemudian menyergap jaket hitam yang diletakkan dikursi tempat duduknya.
“Lo mau kemana kak?”
“Gue mau pulang, udah
malem. Langit juga udah mendung, lo mau pulang bareng gak?”
Rena pun mengangguk
kuat-kuat dan memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
***
Reno
adalah cowok jurusan bahasa dan sastra Inggris. Cowok berkulit hitam legam itu
aktif dalam organisasi kepenulisan dikampus. Karyanya dalam membuat Esai sudah
pernah terpampang dikoran-koran. Novelnya yang bergenre fantasi, roman, dan inspiratif
sudah banyak bertebaran di Gramedia. Dulu, Reno adalah cowok yang super males
baca buku, apalagi untuk nulis. Namun, karena tekad dan ketertarikannya saat
membaca salah satu novel The Alchemyst karya Michael Scott, membuat ia tertarik
untuk bercerita. Sedangkan Rena adalah mahasiswi jurusan Desain Komunikasi
Visual. Cewek yang memiliki impian menjadi desainer terkenal ini, juga
bercita-cita menjadi penulis seperti Stephenie Meyer dan J.K Rowling.
“Ka! liat deh. Gue udah
bikin desain buat tugas tiga dimensi nih. Bagus gak?” tanya Rena yang tengah
memperlihatkan desainnya pada Reno.
“Bagus kok.” jawab Reno
singkat.
Rena yang melihat
reaksi Reno biasa saja, mecibir menatap Reno yang asyik mengunyah snack.“Iiiihh…
kok lo standar banget sih jawabnya. Gak ada komentar yang lebih panjang lagi
apa?” Perotes Rena sambil memukul Reno dengan sikunya.
“Lah? Apanya yang
standar? Orang desain buatan lo bagus kok. Lagian gue kan bukan anak desain,
jadi… sorry gue gak bisa komentar lebih tentang desain lo. Lo kan tau sendiri,
kalo gue gak mau komentar berlebihan sama apa yang gak gue tahu.” jelas Reno terkekeh
pada Rena yang masih cemberut.
“Iya gue tau, lo bukan
anak DKV. Tapi, setidaknya lo komentar tentang kerapihan desain gue kek, atau
gak tentang warnanya yang gimana….deh terserah lo.”
“Oke,Oke, kalo emang lo
mau gue komentar lebih. Desain lo udah bagus sih, tapi terlalu simple aja.
Kayaknya lo bisa tambahin sesuatu gitu disisi kiri dan kanan karya tiga dimensi
lo.” kata Reno, yang menatap bangunan gedung tiga dimensi milik Rena.
“Hmm… gitu yah. Tapi,
emang ini sengaja gue buat simplicity kak. Kalo dipikir-pikir boleh juga sih
saran lo kak, nanti gue pertimbangin lagi deh. By the way, thanks yah?”
“Hmm…” gumam Reno.
***
Hari ini merupakan hari
Rena untuk menawarkan naskahnya pada Penerbit. Jantungnya menjadi tiga kali
lipat berdetak lebih cepat dari biasanya. Reno yang mengantarnya menatap gadis
berambut sebahu itu. Reno paham jika Rena khawatir akan nasib naskahnya. Namun,
mau tidak mau Rena harus mencoba terlebih dahulu.
“Udah, lo tunggu apa
lagi Na. Cepet gih masuk!” perintah Reno.
“Iya, gue masuk kok. Doain
gue yah kak?” kata Rena, kemudian ia masuk ke dalam gedung berlantai dua puluh
itu.
Sudah lima belas menit
Reno menunggu diluar penerbitan itu. Duduk diatas sofa berwarna merah silver. Tak
lama kemudian, ia melihat sosok Rena yang berjalan mendekatinya.
“Bagaimana Na?” tanya
Reno tak sabar mendengar cerita Rena.
“Kata editornya… naskah
gue…diterima!”
Rena pun sontak memeluk
Reno yang tersenyum senang didepannya. Reno mengusap rambut Rena dengan lembut.
“Akhirnya… Apa gue bilang! Lo pasti bisa Na.”
***
Pagi mulai beranjak, sinar
matahari mulai menyinari gedung jurusan DKV berlantai delapan itu. Bangunan
dengan pilar-pilar besar itu dan kaca-kaca berwarna biru muda mulai
memperlihatkan tanda-tanda aktivitas kampus mahasiswa dan mahasiswi DKV. Reno
yang memakai kemeja berwarna merah itu menunggu di lantai dasar. Menunggu Rena
turun menghampirinya. Semenjak buku Rena terbit dan tersusun di
Gramedia-gramedia. Reno tidak pernah melihat sosok Rena dikampus. Padahal Rena
berjanji untuk merayakan hari perdana buku karangannya terbit. Ketika Reno
menelepon pun tidak ada jawaban dari Rena.
“Eh, maaf liat Rena
gak?” tanya Reno pada salah satu mahasiswi jurusan DKV.
“Gak tuh, katanya sih
dia diskors sama Dosen karena plagiasi tugas.”
Reno tercengang
mendengar penjelasan mahasiswi didepannya.”Oke, makasih ya?”
Reno segera
meninggalkan ruangan itu, kemudian menuju parkiran untuk mengendarai mobil
sport miliknya. Reno pun bergegas menancap gas dan mobil sport berwarna hitam
itu melaju dengan cepat.
***
Ruas-ruas jalan mulai
ramai oleh kendaraan. Orang-orang berlalu lalang dengan kesibukannya
masing-masing di trotoar. Toko-toko yang banyak berderet di sepanjang ruas
jalan mulai dibuka. Tak terkecuali took Roti dan Pancake yang menjadi langganan
Rena. Hari kembali berdetak, kehidupan kembali menggeliat. Rena yang memakai
kemeja berwarna putih dengan tas selempangnya berjalan di pingir trotoar. Tatapannya
terlihat kosong dan langkah kakinya tak tahu akan membawanya kemana.
Tiba-tiba saja mobil
sport berwarna hitam berhenti, Rena sontak terkejut ketika orang pengendara
mobil itu keluar.
“Na, lo kenapa gak
masuk kuliah?” tanya Reno sambil menyentuh bahu Rena yang menunduk.
“Na! Jawab pertanyaan
gue!” teriak Reno.”Gue tau, lo gak masuk karena diskors Dosen lo karena
plagiasi kan?”
Rena pun menitikkan air
mata dan menangis di dalam pelukan Reno. Air matanya jatuh membasahi bahu Reno.
“Udah Na, lo gak usah
nangis. Gue tau kok lo gak salah, kalo lo ada masalah cerita dong sama gue. Jangan
menghilang begitu aja. Gue percaya sama lo Na.” kata Reno sambil mengusap
punggung Rena yang masih terisak.
“Gg-gue gak salah kak.
Temen gue ya-ng plagiasi. Desain tiga di-men-si gue di tiru dan gue dicap
sebagai plagiasi sama do-sen.” jelas Rena terbata-bata.
“Ya udah, lo kan udah
dewasa. Jangan menyerah gitu dong. Kalo lo emang gak bersalah. Seharusnya lo
bisa buktiin sama dosen dan teman-teman lo kalo lo tuh benar-benar gak
salah.”
“Gini aja deh, sekarang
gue bantuin lo buat karya tiga dimensi lo lagi. Besok lo harus masuk dan
tunjukkin kebenaran pada dosen lo. Oke?”
Reno pun melepaskan
pelukannya pada Rena, lalu mereka berjalan menuju Bread and Pan Cake Dream
untuk makan siang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar