Hujan, seperti malam-malam yang mendung. Namun
hujan, mampu menciptakan melodi yang indah. Memecah kesunyian, kala malam sudah
bisu. Aku, selalu suka hujan. Karena hujan, memanggil mereka yang kesepian. Memeluk
mereka dengan butiran-butiran air yang membesar, melebar, meluas menjadi selimut
tidur dikala dingin. Tetapi tidak untukku dan sebagian orang. Hujan, memberikan
sepatah demi sepatah kata untukku. Hujan, menemaniku saat sendirian.
Menari-nari di dalam benakku, menciptakan beribu bahasa.
Aku,
pergi bersama hujan. Menembus kristal malam, sampai akhirnya terbawa cinta. Cinta
kepada hujan, cinta kepada dia yang memunculkan pelangi. Aku suka pelangi, suka
warnanya yang indah. Aku suka segala hal yang indah. Yang mampu menuntunku
kepada bahasa rasa. Rasa, aku mencintai rasa yang membuatku mampu memahami kesaksian
sebuah benda. Benda mati, ataupun yang hidup. Hujan, tidakkah kau tahu rasa
cintaku padamu? Terkadang, aku egois. Tak membiarkanmu menyentuh tubuhku.
Meskipun kau menemaniku dalam dinginnya malam. Maafkan aku hujan, aku tidak
bermaksud menjauh darimu. Karena kau segalanya bagiku. Kau, menutupi sesak yang
menghambur menjadi tangisku. Hingga mereka tidak pernah tau betapa aku terluka
atau mereka tidak tahu betapa aku bahagia.
Ketika
hujan menyentuh permukaan tanah, daun, ataupun lainnya. Tik...tik...tik... kau
berubah menjadi fatamorgana. Menciptakan irama yang membuncah hingga terdengar
ke bumi. Hujan... kaulah nyanyian terindah yang dinyanyikan Tuhan. Hujan,
kaulah musik yang langsung kudengar dari sang pencipta. Suaramu, seperti melodi
yang memecah bebatuan yang membisu ditengah jalan. Hujan, menemanimu yang
kesepian. Menemanimu dalam sebuah irama cinta. Menemanimu dalam kebisuan malam.
Karena hujan, aku miliki langit yang hitam temaram. Yang pada akhirnya,
menciptakan beraneka macam warna tuk bernostalgia.
pict by IM free
@RafidahAprilia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar