Rabu, 13 Agustus 2014

My Sad Story


Bagiku, sejarah adalah kesedihan yang aku alami. Saat aku duduk terisak di depan layar selebar  33 cm. Kepalaku memuat kesedihan yang berakar karena mereka. Aku mungkin tak pernah tahu arti memahami, aku juga tidak pernah tahu arti membahagiakan dan aku tidak pernah tahu arti kepedulian. Duduk sendiri dan berkisah terhadap kata sambil menumpahkan tangis, rasanya seperti bercerita dengan Tuhan. Melaporkan segala hal yang menyakitkan. Berharap dengan begini, aku bisa tenang setelahnya.
Mereka selalu berusaha membuatku bahagia, yang pada akhirnya tak membuatku merasa nyaman dan bahagia. Sakit? Itulah yang aku rasakan bulan-bulan ini. Entah kenapa, jika aku lihat semakin rinci. Tubuhku semakin tak karuan. Rasa sesak di hati membuat hilang akalku untuk selalu membahagiakan diri sendiri. Dan, dengan cara sendiri. Aku selalu menyukai malam, karena dari sana aku bisa menghilangkan rasa sesak seharian. Aku harus tenggelam ke alam kematian, yang esok pagi akan menyadarkanku.
Pagi, aku suka pagi. Dimana aku bisa bercerita tentang hari-hari yang kulalui kemarin. Bercerita tentang hal yang mungkin tak pasti. Bermunculan sebuah impian dan kisah baru. Namun, kini kisahku selalu sama. Tidak ada yang special. Hanya segelas cokelat panas dan cokelat warna-warni berbentuk love yang menemaniku. Aku juga tak akan lupa untuk berterimakasih kepada kata, tempat di mana aku dapat bercerita. Menumpahkan segala isi hatiku dan harapanku saat ini.
Rasa kecewa memang menyakitkan. Saat kau sudah benar-benar berharap sesuatu hal yang kau bayangkan akan terjadi. Saat kau sudah benar-benar yakin jika hari ini dia menjemput-mu pulang. Namun kenyataan berkata tidak. Sangat menyakitkan bukan? Kecewa sama dengan menunggu, aku tidak suka hal yang tak pasti. Menunggu membuatku harus berpikir keras. Melayangkan berulang-ulang pandangan dengan keadaan sekeliling. Melirik jam yang entah aku lihat dari ponsel atau jam yang melingkar di tangan. Kedua hal itu menyesakkan. Membuat bahu dan tubuh bergetar tak karuan. Membuat suara yang normal menjadi serak dan parau.
Terkadang, kepedulian terhadap diri sendiri justru membuatmu sakit. Saat tak ada lagi orang yang mau peduli. Hanya kau yang rela mengorbankan segalanya. Saat orang-orang picik di luar sana mengatakan “Sudahlah, kita tenang dan bersenang-senang saja disini. Di sana ada mereka yang selalu peduli dengan hal ini.”
Cih, Aku muak dengan obrolan mereka. Aku muak dengan kesenangan-kesenangan yang mereka tampilkan. Aku muak dengan wajah-wajah merasa perihatin mereka. Semua itu hanya tipuan, palsu, dan bohong. Pada akhirnya, mereka hanya mampu melakukan satu hal. Bertanya. Bertanya banyak hal yang tak semestinya mereka tanyakan. Mengucapkan terimakasih, terkadang itu bukan hal yang baik. Jika mereka terus-terus berterimakasih.
Ingat! Ini semua adalah masalah kita. Bukan aku, dia, dan dia. Kau selalu ingin mewujudkan harapanmu, tetapi tak pernah melakukan tindakan pengorbanan. Kau selalu ingin cepat pergi dari sana, dan menempuh hal-hal baru. Tetapi, kau tak pernah memahami hakikat perjuangan. Bukankah ada pepatah usang mengatakan. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Bukankah untuk tampil sukses sesuai harapan harus ada pengorbanan? Hei, ingat. Dunia ini tidak mampu kau genggam tanpa ada tindakan.
Kau mungkin selalu beruntung dalam segala hal. Tapi, tidak selamanya kau akan memiliki itu. Kisah ini, mungkin akan menjadi cerita dua puluh tahun yang akan datang. Cerita yang saat aku kembali membacanya, membuatku mengerti arti kepedulian dan pengorbanan. Cerita yang akan membuatku tersenyum atas keputusanku. Yang terkadang membuat hati terluka atau mungkin, membuatku cukup tenang. Sekali lagi, aku ucapkan terimakasih yang sangat dalam terhadap kata. Hingga aku mampu menyelesaikannya sampai akhir. Meskipun aku tahu, mereka akan mengatakan jika aku melakukan hal bodoh. Namun, aku akan tunjukkan pada mereka siapa yang seharusnya berkata bodoh. Sekali lagi, terimakasih untuk kata. Yang mampu menghapus sedikit kesedihan.  God thank you for every word that you give for me.




                                                                                       Regards

                                                                                  Rafidah Aprilia

Image source : stylonica 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar