Judul
Buku :
Sunset bersama Rosie
Penulis :
Tere – Liye
Penerbit :
Mahaka Publishing
Tahun
terbit : 2011- 2014
Harga
Buku :
Rp. 65.000
Jumlah
halaman : 426 hlm
Editor : Andriyati
Desain
Cover : Mano Wolfie
Layout : Alfian
ISBN : 978-602-98883-6-2
“Ada
banyak cara menikmati sepotong kehidupan saat kalian sedang tertikam belati
sedih. Salah-satunya dengan menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia
dengan cara tak lazim. Saat melihat gumpalan awan di angkasa. Saat menyimak
wajah-wajah pulang kerja. Saat menyimak tampias air yang membuat bekas di
langit-langit kamar. Dengan pemahaman secara berbeda maka kalian akan akan
merasakan utuh— yang jarang disadari— atas makna detik demi detik kehidupan.”
Harus ku akui, novel ini benar-benar
menjebak perasaanku ketika membacanya. Aku memang tidak pernah menyesal, bahkan
aku harus bersyukur karena telah mengambil buku ini. Membawanya pulang, lantas
tidak di diamkan sendirian. Aku berusaha berkenalan dengan setiap kata yang di
tuliskan Bang Tere. Kata-kata yang tidak sok kritis, tidak besar, sederhana,
ringan, namun menyentuh relung hati yang dalam dari makna kehidupan. Baiklah, review
ini aku persembahkan sebagai rasa terimakasihku pada penulis yang sudah menyajikan
hidangan yang sedap untuk dibaca dan pastinya untuk selalu direnungkan.
Rosie,
seorang ibu yang memiliki empat orang anak. Disini Bang Tere menyebutkan empat
kuntum bunga. Why? Why the Author written four flowers? Yeah, because all of them using name of flowers. Ya, anak-anak dari Rosie
ini diberikan nama Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili. Oh, saya terjebak hingga
lembar kesekian banyaknya saya baru menyadari itu. Sungguh terlalu serius saya
hingga melampaui sadar. J
Wanita ini memiliki suami bernama
Nathan, laki-laki yang dipilihnya menjadi pendamping hidup sekaligus menanam
empat kuntum bunga yang sangat dicintai mereka. Hingga akhirnya, anak-anak
mereka tumbuh menjadi anak-anak yang lucu, cantik, baik, dan keluarbiasaan
lainnya. Namun takdir berkata lain, Nathan
harus pergi selamanya. Kejadian di pantai Jimbaran membuat pupus sudah
kebahagiaan yang Rosie bangun bersama Nathan, suami yang mencintainya. Tak
hanya itu, kebahagiaan kempat anak-anaknya juga harus sirna dalam sekejap.
Tegar,
laki-laki yang telah lama dipanggil paman ini oleh keluarga bahkan anak-anak
Rosie harus membatalkan pertunangannya dengan Sekar. Tidak hanya itu, ia juga merelakan pekerjaannya yang sukses di
Jakarta terlepas begitu saja. Kejadian menyedihkan yang dialami Rosie dan
anak-anaknya tidak hanya membawa satu, dua, atau tiga orang saja. Melainkan
menarik semua tokoh dalam novel ini
untuk membantu, berduka, menemani, member pemahaman baru tentang apa sih sebenarnya
arti dari kehilangan itu sendiri? Saya sendiri tidak dapat berkata apa-apa lagi
tentang tokoh Tegar dalam novel ini, karakternya benar-benar patut dijadikan
tokoh ayah yang berperangai super- super baik. Tidak hanya baik sepertinya kata
yang tepat untuk laki-laki ini, tapi juga sempurna baiknya terhadap Rosie dan
keempat anak-anaknya. Alih-alih kesempurnaannya menyayangi Rosie dan keempat
anaknya. Justru membuat lelaki yang usianya sudah tidak muda lagi ini harus
menghadapi masalah yang menurut saya, sebenarnya berasal dari keputusannya
sendiri untuk begitu khawatir terhadap kehidupan Rosie. Hingga Tegar
benar-benar mengeluarkan kesempurnaannya kepada keluarga Rosie.
Sebelum
saya melanjutkan karakter Tegar ini, ada bagian yang tak terduga tentang cinta
antara Tegar dan Rosie, juga Nathan. Ada sebuah masa lalu yang dulu pernah
menjadikan kenangan untuk mereka. Ada sepelintir harapan, perasaan, gelisah,
rasa sakit, menyesal, dan sebagainya yang teramat mendalam dari Tegar. Membuat
lelaki ini menemukan harapan baru, yaitu Sekar.
Sayangnya, kejadian yang merenggut Nathan harus membuat Sekar juga ikut
terluka karena Tegar, lelaki yang berjanji akan menikahinya.
“Kepergian
tidak selalu berarti kesedihan berkepanjangan.” (hlm 96)
“…. Dua puluh tahun dari sekarang, kau akan lebih menyesal atas apa-apa
yang tidak pernah kau kerjakan
dibandingkan atas apa-apa yang kau kerjakan,
Tegar.” (hlm 171)
Sekar,
gadis yang ku artikan sangat luar biasa. Sekar adalah gadis yang akan
menjadi calon istri Tegar. Gadis yang harus menerima jika kekasihnya, Tegar
tidak hadir saat calon suaminya berjanji akan menjalankan janji-janji suci
dengannya, memiliki keluarga kecil yang utuh. Namun, gadis ini begitu luar
biasanya mau memberi kesempatan,
pemahaman, menunggu, dan pengertian untuk Tegar. Jujur, aku suka dengan
karakter Sekar di novel ini. Bahkan sangat suka. Gadis yang tidak
menyiakan arti kesempatan untuk dirinya sendiri. Gadis yang selalu sabar, menunggu, dan memberikan harapan untuk Tegar. Meski terkadang
akhirnya keputusan menunggu dan kesempatan kedua itu membuatnya
menyesal. Jika dibandingkan Rosie,
justru aku lebih memilih Sekar. Rosie bagiku wanita yang tidak pernah memahami
arti kesempatan, bahkan ketika
dirinya sudah memiliki keempat anak yang baik dan lucu, mendapatkan perhatian
dari seluruh orang yang mengenalnya maupun yang baru mengenalnya. Misalnya
saja, Ada Clarice, wanita bule yang sangat
baik hati pada keluarganya. Berjasa meminjamkan helicopter penelitiannya. Rosie
tidak pernah memahami perasaan Sekar menurutku, saat dia pulang dan kembali
dari Shelter, milik Ayasa. Bertemu
kembali dengan anak-anaknya, bahkan memiliki Tegar yang seharusnya sudah
memiliki gadis terbaiknya. Wanita itu bahkan tidak menanyakan bagaimana
pertunangan Tegar dengan Sekar? Hanya menanyakan kabar gadis itu apakah
baik-baik saja? Jelas tidak, bagaimana mungkin gadis yang sudah menunggu kepastian dari seorang lelaki yang
dicintainya akan baik-baik saja, gadis yang kedua orang tuanya telah dijanjikan
untuk membahagiakan anak gadis satu-satunya. Sedangkan lelaki itu lantas pergi
begitu saja mengurus dan memperhatikan wanita lain. Memintanya untuk selalu
bersabar, menunggu waktu, dan menunggu. Hingga akhirnya menjadi kekecewaan yang tak akan pernah habis
dalam hidupnya. Tegar, justru mengatakan gadis itu baik-baik saja. Yah,
walaupun Rosie memiliki alasan yang tepat akan kebahagiaannya untuk terus
bergantung pada Tegar. Berkaitan dengan Sekar, karakter dari Tegar yang tidak
aku sukai dari bagaimana cara lelaki itu
mengambil keputusan, bagaimana lelaki itu memaknai arti kesempatan. Hingga akhirnya kesempatan
itu kandas diambil orang. Tanpa sadar juga menyakiti hati orang lain. Menghilang
begitu saja, tanpa pernah mau jujur tentang perasaannya, tanpa pernah mau
menjemput kesempatan itu. Sama
seperti Rosie. Keputusan Tegar yang akhirnya membuat Sekar kecewa dan kehilangan
kesempatan untuk kedua kalinya. Namun, pada akhirnya Sekar harus menerima, mempelajari arti menerima, memaafkan, dan merelakan. Tentunya khas dari novel ini, menerima dengan pemahaman yang baru.
Menerima dengan pemahaman yang berbeda. Keputusan ini tak lepas dari campur
tangan Lili, anak bungsu Rosie yang di akhir cerita akhirnya mau mengatakan
sesuatu, berbicara selancar-lancarnya. Di usia gadis kecil itu yang ketiga
tahun. Rosie sepertinya layak berterimakasih pada anak bungsunya Lili. Novel
ini akhirnya mampu membuatku sadar akan arti kesempatan, keputusan, keinginan, rasa memiliki, pengorbanan, dan
segalanya. Seperti apa yang dikatakan Bang Tere diback cover novel ini. Novel yang tidak memberikan jawaban pasti
atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan tentang perasaan. Hati manusia lebih
tepatnya. Novel ini hanya memberikan pembacanya pengertian yang berbeda. Aku jadi berpikir, Tegar
sebagai laki-laki yang telah memiliki Sekar seharusnya menatap apa yang ada didepannya, menengok
kembali masa depan. Memilih untuk tidak memberikan harapan besar darinya bagi
keluarga Rosie, khususnya anak-anak Rosie. Dengan begitu, tidak ada yang
tersakiti bukan? Karena menurutku, Rosie memiliki segalanya. Sedangkan Sekar
tidak. Itu semua bukankah keputusan
Rosie untuk memilih Nathan. Dan, pastinya setiap pilihan itu ada
konsekuensinya. Ada pertanggungjawabannya
bukan? Tapi, di novel ini tidak begitu adanya. Novel ini memberikan pembaca untuk memahami kesempatan. Jika Tuhan menakdirkan setiap manusia yang berusaha untuk mendapatkan yang namanya "kesempatan". Setiap orang tentunya memiliki
deskripsi yang berbeda dari novel ini. Sama seperti saya sendiri. Banyak
kutipan-kutipan yang tak hanya bagus dari novel ini. Namun sangat mencukil hati
yang dalam. Tak hanya itu, Bang Tere membuat pemahaman kehidupan, menerjemahkan
kata dalam dimensi ruang yang berbeda tentunya. Ada banyak cerita yang
sederhana namun sangat mendalam dari novel ini. Tentunya cerita atau dongeng yang
disetiap harinya dibacakan oleh tokoh Tegar kepada keempat anak-anak Rosie. Oh,
ya saya tidak lupa juga untuk memfavoritkan tokoh Jasmine dalam novel ini. Anak dari Rosie yang tulus, lucu, pandai
mengurus adiknya Lili dan mengerti perasaan orang lain. Novel ini secara
keseluruhan tidak lantas membuat pembaca berhenti untuk membalik lembar demi
lembar halaman. Termasuk saya sendiri. J
Bahkan, saya menghabiskan seharian waktu saya untuk membaca novel setebal 426
halaman ini. Namun, ada bagian yang membuat saya merasa bosan. Bagian dimana
Tegar dan anak-anak Rosie. Menemani berlibur, menemani sekolah dan sebagainya. Walaupun,
ada sentuhan travel-nya pada novel
ini. Keindahan sunset di Jimbaran, Danau Segara Anakan, Gunung Rinjani, keindahan
Lombok, dan keindahan Bali. Berlibur sambil membaca novel yang layak mendapat
sebutan Best Seller ini, bukankah
menakjubkan? Apalagi dimusim liburan seperti ini. I give five star from five.
Sudut pandang dalam novel ini yaitu
orang pertama pelaku utama, yang dimainkan oleh tokoh Tegar. Tentunya akan
sangat menarik bukan? Dan, menyentuh pastinya. Untuk urusan huruf dan masalah typo sepertinya tidak ada. Hurufnya
tidak begitu kecil. Jadi nyaman ketika membacanya. Sedangkan untuk desain cover, aku sangat suka. Covernya
yang benar-benar Sunset, dan
menggambarkan pantai. Perpaduan Hue
(warna) dari terang ke gelap. Ada value
tersendiri dari cover novelnya. Tentunya, novel ini tidak hanya cantik
covernya tapi juga isinya. Oke selesai sudah review dari saya. Selamat membaca.
Ada kutipan-kutipan menarik dari novel ini. Don’t
miss it!
1. ” Diantara potongan dua puluh empat jam sehari,
bagiku pagi adalah waktu yang paling indah. Ketika janji-janji baru muncul
seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru
merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki
gunung. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. Pagi,
berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi. “
2. “Tahukah kau, untuk membuat seseorang menyadari apa yang dirasakannya,
justru cara terbaik melalui hal-hal menyakitkan. Misalnya kau pergi. Saat kau
pergi, seseorang baru akan merasa kehilangan, dan dia mulai bisa menjelaskan
apa yang sesungguhnya dia rasakan.”
3. “Kata orang bijak, kita tidak
pernah merasa lapar untuk dua hal. Satu, karena jatuh cinta. Dua, karena
kesedihan yang mendalam. Maka akan lebih menyakitkan akibatnya ketika kita
mengalami jatuh cinta sekaligus kesedihan yang mendalam.” – Sunset Bersama
Rosie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar