Minggu, 10 Agustus 2014

REVIEW “SUNSET BERSAMA ROSIE” – TERE LIYE



Judul Buku                  : Sunset bersama Rosie
Penulis                         : Tere – Liye
Penerbit                       : Mahaka Publishing
Tahun terbit                 : 2011- 2014
Harga Buku                 : Rp. 65.000
Jumlah halaman           : 426 hlm
Editor                          : Andriyati
Desain Cover              : Mano Wolfie
Layout                         : Alfian
ISBN                           : 978-602-98883-6-2

            Ada banyak cara menikmati sepotong kehidupan saat kalian sedang tertikam belati sedih. Salah-satunya dengan menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia dengan cara tak lazim. Saat melihat gumpalan awan di angkasa. Saat menyimak wajah-wajah pulang kerja. Saat menyimak tampias air yang membuat bekas di langit-langit kamar. Dengan pemahaman secara berbeda maka kalian akan akan merasakan utuh— yang jarang disadari— atas makna detik demi detik kehidupan.”

            Harus ku akui, novel ini benar-benar menjebak perasaanku ketika membacanya. Aku memang tidak pernah menyesal, bahkan aku harus bersyukur karena telah mengambil buku ini. Membawanya pulang, lantas tidak di diamkan sendirian. Aku berusaha berkenalan dengan setiap kata yang di tuliskan Bang Tere. Kata-kata yang tidak sok kritis, tidak besar, sederhana, ringan, namun menyentuh relung hati yang dalam dari makna kehidupan. Baiklah, review ini aku persembahkan sebagai rasa terimakasihku pada penulis yang sudah menyajikan hidangan yang sedap untuk dibaca dan pastinya untuk selalu direnungkan.

            Rosie, seorang ibu yang memiliki empat orang anak. Disini Bang Tere menyebutkan empat kuntum bunga. Why? Why the Author written four flowers? Yeah, because all of them using name of flowers. Ya, anak-anak dari Rosie ini diberikan nama Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili. Oh, saya terjebak hingga lembar kesekian banyaknya saya baru menyadari itu. Sungguh terlalu serius saya hingga melampaui sadar. J
            Wanita ini memiliki suami bernama Nathan, laki-laki yang dipilihnya menjadi pendamping hidup sekaligus menanam empat kuntum bunga yang sangat dicintai mereka. Hingga akhirnya, anak-anak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang lucu, cantik, baik, dan keluarbiasaan lainnya. Namun takdir berkata lain, Nathan harus pergi selamanya. Kejadian di pantai Jimbaran membuat pupus sudah kebahagiaan yang Rosie bangun bersama Nathan, suami yang mencintainya. Tak hanya itu, kebahagiaan kempat anak-anaknya juga harus sirna dalam sekejap.
            Tegar, laki-laki yang telah lama dipanggil paman ini oleh keluarga bahkan anak-anak Rosie harus membatalkan pertunangannya dengan Sekar. Tidak hanya itu, ia juga merelakan pekerjaannya yang sukses di Jakarta terlepas begitu saja. Kejadian menyedihkan yang dialami Rosie dan anak-anaknya tidak hanya membawa satu, dua, atau tiga orang saja. Melainkan menarik  semua tokoh dalam novel ini untuk membantu, berduka, menemani, member pemahaman baru tentang apa sih sebenarnya arti dari kehilangan itu sendiri? Saya sendiri tidak dapat berkata apa-apa lagi tentang tokoh Tegar dalam novel ini, karakternya benar-benar patut dijadikan tokoh ayah yang berperangai super- super baik. Tidak hanya baik sepertinya kata yang tepat untuk laki-laki ini, tapi juga sempurna baiknya terhadap Rosie dan keempat anak-anaknya. Alih-alih kesempurnaannya menyayangi Rosie dan keempat anaknya. Justru membuat lelaki yang usianya sudah tidak muda lagi ini harus menghadapi masalah yang menurut saya, sebenarnya berasal dari keputusannya sendiri untuk begitu khawatir terhadap kehidupan Rosie. Hingga Tegar benar-benar mengeluarkan kesempurnaannya kepada keluarga Rosie.  
Sebelum saya melanjutkan karakter Tegar ini, ada bagian yang tak terduga tentang cinta antara Tegar dan Rosie, juga Nathan. Ada sebuah masa lalu yang dulu pernah menjadikan kenangan untuk mereka. Ada sepelintir harapan, perasaan, gelisah, rasa sakit, menyesal, dan sebagainya yang teramat mendalam dari Tegar. Membuat lelaki ini menemukan harapan baru, yaitu Sekar. Sayangnya, kejadian yang merenggut Nathan harus membuat Sekar juga ikut terluka karena Tegar, lelaki yang berjanji akan menikahinya.
            “Kepergian tidak selalu berarti kesedihan berkepanjangan.” (hlm 96)
            “…. Dua puluh tahun dari sekarang, kau akan lebih menyesal atas apa-apa yang tidak pernah kau kerjakan dibandingkan atas apa-apa yang kau kerjakan, Tegar.” (hlm 171)
            Sekar, gadis yang ku artikan sangat luar biasa. Sekar adalah gadis yang akan menjadi calon istri Tegar. Gadis yang harus menerima jika kekasihnya, Tegar tidak hadir saat calon suaminya berjanji akan menjalankan janji-janji suci dengannya, memiliki keluarga kecil yang utuh. Namun, gadis ini begitu luar biasanya mau memberi kesempatan, pemahaman, menunggu, dan pengertian untuk Tegar. Jujur, aku suka dengan karakter Sekar di novel ini. Bahkan sangat suka. Gadis yang tidak menyiakan  arti kesempatan untuk dirinya sendiri. Gadis yang selalu sabar, menunggu, dan memberikan harapan untuk Tegar. Meski terkadang akhirnya keputusan menunggu dan kesempatan kedua itu membuatnya menyesal.  Jika dibandingkan Rosie, justru aku lebih memilih Sekar. Rosie bagiku wanita yang tidak pernah memahami arti kesempatan, bahkan ketika dirinya sudah memiliki keempat anak yang baik dan lucu, mendapatkan perhatian dari seluruh orang yang mengenalnya maupun yang baru mengenalnya. Misalnya saja, Ada Clarice, wanita bule yang sangat baik hati pada keluarganya. Berjasa meminjamkan helicopter penelitiannya. Rosie tidak pernah memahami perasaan Sekar menurutku, saat dia pulang dan kembali dari Shelter, milik Ayasa. Bertemu kembali dengan anak-anaknya, bahkan memiliki Tegar yang seharusnya sudah memiliki gadis terbaiknya. Wanita itu bahkan tidak menanyakan bagaimana pertunangan Tegar dengan Sekar? Hanya menanyakan kabar gadis itu apakah baik-baik saja? Jelas tidak, bagaimana mungkin gadis yang sudah menunggu kepastian dari seorang lelaki yang dicintainya akan baik-baik saja, gadis yang kedua orang tuanya telah dijanjikan untuk membahagiakan anak gadis satu-satunya. Sedangkan lelaki itu lantas pergi begitu saja mengurus dan memperhatikan wanita lain. Memintanya untuk selalu bersabar, menunggu waktu, dan menunggu. Hingga akhirnya menjadi kekecewaan yang tak akan pernah habis dalam hidupnya. Tegar, justru mengatakan gadis itu baik-baik saja. Yah, walaupun Rosie memiliki alasan yang tepat akan kebahagiaannya untuk terus bergantung pada Tegar. Berkaitan dengan Sekar, karakter dari Tegar yang tidak aku sukai dari bagaimana cara lelaki itu mengambil keputusan, bagaimana lelaki itu memaknai arti kesempatan. Hingga akhirnya kesempatan itu kandas diambil orang. Tanpa sadar juga menyakiti hati orang lain. Menghilang begitu saja, tanpa pernah mau jujur tentang perasaannya, tanpa pernah mau menjemput kesempatan itu. Sama seperti Rosie. Keputusan Tegar yang akhirnya membuat Sekar kecewa dan kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya. Namun, pada akhirnya Sekar harus menerima, mempelajari arti menerima, memaafkan, dan merelakan.  Tentunya khas dari novel ini, menerima dengan pemahaman yang baru. Menerima dengan pemahaman yang berbeda. Keputusan ini tak lepas dari campur tangan Lili, anak bungsu Rosie yang di akhir cerita akhirnya mau mengatakan sesuatu, berbicara selancar-lancarnya. Di usia gadis kecil itu yang ketiga tahun. Rosie sepertinya layak berterimakasih pada anak bungsunya Lili. Novel ini akhirnya mampu membuatku sadar akan arti kesempatan, keputusan, keinginan, rasa memiliki, pengorbanan, dan segalanya. Seperti apa yang dikatakan Bang Tere diback cover novel ini. Novel yang tidak memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan tentang perasaan. Hati manusia lebih tepatnya. Novel ini hanya memberikan pembacanya pengertian yang berbeda.  Aku jadi berpikir, Tegar sebagai laki-laki yang telah memiliki Sekar seharusnya menatap apa yang ada didepannya, menengok kembali masa depan. Memilih untuk tidak memberikan harapan besar darinya bagi keluarga Rosie, khususnya anak-anak Rosie. Dengan begitu, tidak ada yang tersakiti bukan? Karena menurutku, Rosie memiliki segalanya. Sedangkan Sekar tidak. Itu semua bukankah keputusan Rosie untuk memilih Nathan. Dan, pastinya setiap pilihan itu ada konsekuensinya. Ada pertanggungjawabannya bukan? Tapi, di novel ini tidak begitu adanya. Novel ini memberikan pembaca untuk memahami kesempatan. Jika Tuhan menakdirkan setiap manusia yang berusaha untuk mendapatkan yang namanya "kesempatan".  Setiap orang tentunya memiliki deskripsi yang berbeda dari novel ini. Sama seperti saya sendiri. Banyak kutipan-kutipan yang tak hanya bagus dari novel ini. Namun sangat mencukil hati yang dalam. Tak hanya itu, Bang Tere membuat pemahaman kehidupan, menerjemahkan kata dalam dimensi ruang yang berbeda tentunya. Ada banyak cerita yang sederhana namun sangat mendalam dari novel ini. Tentunya cerita atau dongeng yang disetiap harinya dibacakan oleh tokoh Tegar kepada keempat anak-anak Rosie. Oh, ya saya tidak lupa juga untuk memfavoritkan tokoh Jasmine dalam novel ini. Anak dari Rosie yang tulus, lucu, pandai mengurus adiknya Lili dan mengerti perasaan orang lain. Novel ini secara keseluruhan tidak lantas membuat pembaca berhenti untuk membalik lembar demi lembar halaman. Termasuk saya sendiri. J Bahkan, saya menghabiskan seharian waktu saya untuk membaca novel setebal 426 halaman ini. Namun, ada bagian yang membuat saya merasa bosan. Bagian dimana Tegar dan anak-anak Rosie. Menemani berlibur, menemani sekolah dan sebagainya. Walaupun, ada sentuhan travel-nya pada novel ini. Keindahan sunset di Jimbaran, Danau Segara Anakan, Gunung Rinjani, keindahan Lombok, dan keindahan Bali. Berlibur sambil membaca novel yang layak mendapat sebutan Best Seller ini, bukankah menakjubkan? Apalagi dimusim liburan seperti ini. I give five star from five. 
            Sudut pandang dalam novel ini yaitu orang pertama pelaku utama, yang dimainkan oleh tokoh Tegar. Tentunya akan sangat menarik bukan? Dan, menyentuh pastinya. Untuk urusan huruf dan masalah typo sepertinya tidak ada. Hurufnya tidak begitu kecil. Jadi nyaman ketika membacanya. Sedangkan untuk desain cover, aku sangat suka. Covernya yang benar-benar Sunset, dan menggambarkan pantai. Perpaduan Hue (warna) dari terang ke gelap. Ada value tersendiri dari cover novelnya. Tentunya, novel ini tidak hanya cantik covernya tapi juga isinya. Oke selesai sudah review dari saya. Selamat membaca. Ada kutipan-kutipan menarik dari novel ini. Don’t miss it!
1.      ” Diantara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu yang paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki gunung. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi. “

2.       “Tahukah kau, untuk membuat seseorang menyadari apa yang dirasakannya, justru cara terbaik melalui hal-hal menyakitkan. Misalnya kau pergi. Saat kau pergi, seseorang baru akan merasa kehilangan, dan dia mulai bisa menjelaskan apa yang sesungguhnya dia rasakan.”

3.       “Kata orang bijak, kita tidak pernah merasa lapar untuk dua hal. Satu, karena jatuh cinta. Dua, karena kesedihan yang mendalam. Maka akan lebih menyakitkan akibatnya ketika kita mengalami jatuh cinta sekaligus kesedihan yang mendalam.” – Sunset Bersama Rosie



Tidak ada komentar:

Posting Komentar